Selasa, 15 April 2008

Analisis Usaha pada Industri Kecil ‘Tembakau Campur’ ( Studi Kasus di Kelurahan Wajak Kecamatan Wajak Kabupaten Malang)... (19)


Pembangunan sektor pertanian sistem agribisnis mencakup tiga sub sektor, yaitu : Pertama, sub sektor agribisnis hulu (up stream agribusiness) merupakan suatu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian Primer. Kedua, sub sektor usaha tani (on farm agribusiness) atau disebut sektor pertanian. Ketiga, sub sektor agribisnis hilir (down stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil usaha tani menjadi produk olahan beserta kegiatan perdagangannya yang disebut agroindustri hilir (Saragih, 1998).
Salah satu usaha yang ada di kabupaten Malang adalah industri tembakau campur yang menggunakan bahan baku tembakau, cengkeh dan saos rokok. Tembakau campur memiliki keunikan dan keahlian khusus dalam mengelola saos rokok yang akan dipakai. Pada industri ini penggunaan tenaga kerja melibatkan tenaga warga sekitar pabrik dan melibatkan orang dalam keluarga dalam melakukan aktivitas produksi.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berkeinginan melakukan analisis usaha pada industri tembakau campur di Kabupaten Malang dengan perumusan masalah mengenai : (1) Bagaimana struktur biaya, penerimaan dan keuntungan industri tembakau campur; (2) berapakah volume produksi dan harga pada industri tembakau campur pada saat usaha mengalami impas.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Keuntungan yang diperoleh pengusaha tembakau campur rata-rata sebesar Rp. 6.985.500,00. Dari hasil penelitian tingkat Break Even Point / Titik Impas perusahaan pada bulan November 2006 yaitu sebesar Rp. 9.583.333,00. Sedangkan total penjualan yaitu 650 Kg dengan harga berlaku per Kg Rp. 50.000,00 sehingga memiliki total penjualan sebesar Rp. 32.500.000,00. Pada bulan November 2006 perusahaan tembakau campur mendapatkan laba sebesar 21,5%. Peneliti memberikan suatu perencanaan laba yaitu sebesar 10 % dengan keadaan biaya tetap dan harga berlaku konstan, sehingga total penjualan yang harus dicapai yaitu sebesar Rp. 14.162.561,00, atau dengan volume produksi sebesar 283,25 Kg. Biaya pengusahaan tembakau campur rata –rata per bulan pada bulan November 2006 adalah Rp. 25.514.500,00 yang terdiri dari Biaya tetap (FC) rata-rata sebesar Rp. 2.875.000,00 dan Biaya Variabel (VC) rata-rata sebesar Rp. 22.639.500,00. Pendapatan yang diterima oleh pengusaha tembakau campur adalah Rp. 32.000.-000,00. (2) Dari hasil penelitian tentang analisa BEPq ( Break Even Point ) atau minimal produksi tembakau campur sebesar 510,29 Kg dengan produksi pada penelitian bulan November 2006 sebesar 650 Kg, maka pengusaha tembakau Campur ini masih menguntungkan karena produksi Impas lebih kecil dari tingkat produksi rata-rata.
Pada analisa Break Even price (BEPr) untuk harga minimal produksi tembakau campur sebesar Rp. 39.253,00 per Kg dengan harga rata-rata yang diterima produsen sebesar Rp. 50.000,00. Hal ini menunjukkan bahwa harga tembakau campur menguntungkan, karena harga impas lebih kecil dari harga ditingkat produsen. Dalam industri Tembakau Campur ini masih banyak kendala yang dihadapi oleh pengusaha diantaranya permodalan, kompetisi antar pengusaha, pemasaran , teknologi dan mana-jemen manejerial yang kesemuanya dirasa sulit untuk di atasi dan dengan adanya peluang yang dihadapi diantaranya peningkatan produksi, perluasan pemasaran dan peningkatan skala usaha diharapkan mampu mengatasi kendala yang ada sehingga memberikan kesejahteraan pengusaha dalam peningkatan pengembangan skala usaha yang lebih baik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar